Sandwich Generation: Ujian Cinta dari Allah
Hai, gengs! Kenalin, gue si Mbak Manusia Multidimensi—ah, elu bisa panggil gue MJM. Resume hidup gue? Ngerawat ortu uzur sambil ngejar bocah-bocah yang minta diajarin Pythagoras padahal otak gue udah kebablasan mikirin matematika statistika dan aljabar, kadang geotmetri, etcetera.
Awalnya kupikir hidup ini kayak drama Korea: ada romansa, ada makan kimchi, eh taunya malah drama Indosiar—plot twist-nya sakit-sakitan dan tetek bengek urusan domestik.
Setiap hari, ritual-nya gitu-gitu aja: bangun subuh, masak, anterin anak sekolah, balik rumah urus ortu yang lagi sakit-sakitan—Bokap stroke, nyokap diabetes, Lah, gue? Kesehatan mental? Alhamdulillah masih bisa ketawa-ketiwi sambil nangis di kamar mandi.
Sewaktu, anak gue bilang, "Buk, mau beli iPad kaya temen-temen!"
Gue senyumin So Klin aja, "Nak, rejeki itu kayak paket data, kadang lemot, kadang lancar. Tapi selama kita bersandar yang halal, thoyyiban, insyaAllah cukup." Anak gue ngeliatin. Mungkin dia sesegukan menahan gemes sama si ibuk dalam hati.
Pagi-pagi banget, alarm bunyi. "Ah, 5 jam tidur cukup lah," batin gue sambil ngopi instan yang powerfull nya setara doa ibu gue yang lagi sakit.
Daftar tugas hari ini:
Beliin obat (yang ga dicover Be-Pe-Jeleus, pampers, underpad, tissue basah, kering, setengah basah, setengah kering, obat herbal yang direkues bokap nyokap (yang harganya bikin kantong kresek bolong gue menangis). Mendengarkan pelampiasan hati dan rasa kesal bokap karena bawaan strokenya, selama tujuh tahun.
Bikin laporan kehidupan (yang deadline-nya kemarin).
Bantu anak bontot ngerjain PR Matematika (yang bikin aku googling "cara menghitung pake semangat hidup").
Di tengah chaos, kadang gue melipir ke kamar mandi, nangis 30 detik—quick recharge—terus lanjut perang lagi eh berjuang maju. "Ya Allah, kapan gue bisa me-time? ke salon creambath dan smoothing hati sama boyok (punggung) dikit aja, banyak, gitu lho..."
Gue mungkin sandwich generation—terhimpit dua generasi—tapi Gue nggak mau jadi roti yang lembek. Gue pengen jadi burger yang tetep crunchy di tengah tekanan daging, selada, tomat lezat, topping saus nikmat.
Bokap, yokap itu amanah, anak-anak juga titipan-Nya. Nggak ada jaminan hidup bakal easy breezy, tapi aku yakin Allah nggak ngasih ujian di luar kemampuan. "Bisa gue lah, mungkin..."
Ujian? Iya. Tapi Juga Rejeki
Suatu hari, anak bungsu nanya, "Buk, kok Akung sama Uti sering sakit, kok di sini terus sih?" Aku langsung speechless, terus ngingetin diri sendiri: Ini ujian, bukan azab.
Doa & Dzikir = Powerbank Jiwa
Di tengah deadline laporan kehidupan gue, gue nyempetin ayat-ayat Al-Qur’an penyemangat di HP. Subhanallah, MasyaAllah, ternyata charging rohani itu lebih ngena daripada kopi sepanjang hari. Eh, dua-duanya mantul menurut gue. Pas bokap marah-marah karena nggak bisa jalan, gue bisikin "Laa hawla wa laa quwwata illa billah"—dan somehow, kesabaran gue nambah 10%.
Jadi buat teman-teman yang juga terjepit jadi sandwich generation, inget:
Kamu nggak sendirian. Ada gue, eh Ada Allah.
Setiap tetes kerjalan elu itu pahala points yang nggak keliatan sekarang.
Me-time bisa dicuri—sholat tahajud 10 menit itu lebih refreshing daripada tidur lebih, tidur perlu juga, oiii. Kekuatan Sailormoon gue itu dari tidur. Beib Yang.
Hidup ini emang berat, tapi selama kita punya connection sama Allah, signal-nya nggak akan pernah low batt. Low batt, ga bisa dipungkiri tapi dicharging lagi. Keep fighting, Gengs! (Edisi menyemangati diri).
"Allah nggak bakal nge-test kita kalo kita nggak kuat. So, kita pasti kuat—meskipun kadang sambil nangis-nangis dikit tambah banyak. "
Tapi, di tengah struggle itu, gue sadar satu hal: ini semua part of the journey. Takdir. Rezeki. Ujian. Allah gak ngasih ujian ke hamba-Nya yang gak kuat. Jadi, yaudah, aku pasrah aja, sambil terus berdoa dan dikit-dikit dzikir biar gak stres berat. Afirmasi positif sendiri, "Bismillahirrahmanirrahim, sehat jasmani, rohani, ekonomi, aamiin. "
Kadang mikir, "Ya Allah, kapan giliran gue bahagia?" Eh, terus inget, bahagia itu relatif. Mungkin bahagia gue sekarang ya liat nyokap bisa makan dengan lahap, bokap bisa senyum walau lagi kesakitan, atau anak-anak yang nempel terus sambil bilang, "Ibu, kamu supermarket!"
Gue percaya satu hal: waktu yang gue habiskan buat merawat mereka gak bakal sia-sia. Ini investasi akhirat. (afirmasi lagi) kata orang bijak (alias ustaz di medsos), "Merawat orangtua itu jalan ninja buat dapet keberkahan hidup." Jadi, yakin aja, Allah pasti ganti semua lelahku dengan sesuatu yang lebih baik. Mungkin bukan dalam bentuk duit receh atau liburan ke Bali, umroh dan haji mauuuu, bisa juga dalam bentuk ketenangan hati, rezeki yang gak disangka-sayang, atau anak-anak yang tumbuh jadi soleh-solehah.
Ujian hidup ini sebenernya anugerah terselubung. Allah sayang banget sama gue sampe dikasih ujian spesial limited edition—cuma orang terpilih yang dapet challenge kayak gini. Suratan takdir cinta terbaik dari-Nya.
Jadi, buat teman-teman yang juga lagi di posisi sandwich generation, ini labeling manusia, In Sya Allah label Allah beda, versi Allah aja, bukan manusia, stay strong! Kita gak sendirian. Allah selalu ngeliat perjuangan kita. Dan suatu hari nanti, semua ini bakal jadi cerita heroik yang bikin kita bangga: "Dulu gue kuat banget, lho, hadapin semuanya!
Tetep semangat, tetap sabar, dan tetap syukurin apa yang ada. Karena di balik ujian, ada cinta Allah yang jauh lebih besar.
Comments
Post a Comment