Lepas Jilbab


 Mahasiswa B: “Serius banget, baca apa sampai mata mesra sama HP?”


Mahasiswa A: “Ini lagi baca artikel di https://nasional.tempo.co, kamu sudah dengar atau baca tentang berita yang lagi viral soal Anggota Paskibraka Lepas Hijab Karena Sudah Tanda Tangan Surat Pernyataan?"


Mahasiswa B: "Iya, aku baca di media sosial. Kalau aku baca di Tribunnews.com, dikutip dari sana, “Kepala BPIP, Yudian Wahyudi menyebut pihaknya tidak memaksakan para anggota Paskibraka yang berjumlah 18 orang itu untuk melepas jilbabnya tersebut melainkan atas sukarela.


"Penampilan Paskibraka Putri dengan mengenakan pakaian, atribut dan sikap tampang sebagaimana terlihat pada saat pelaksanaan tugas kenegaraan yaitu pengukuhan Paskibraka adalah kesukarelaan mereka dalam rangka mematuhi peraturan yang ada," kata Yudian dalam keterangannya, Selasa (14/8/2024).


Menurutku ini sangat mengkhawatirkan. 


Bagaimana mungkin di zaman sekarang masih ada kejadian seperti itu? 


Padahal kan kebebasan beragama itu sudah dijamin oleh konstitusi."


Mahasiswa A: "Benar banget.  Mengapa masih ada yang berpikir seperti itu? “


Jilbab kan bagian dari identitas seorang muslimah, dan itu juga bagian dari hak asasi manusia.”


Mahasiswa B: "Yang aku pikirkan juga, apakah keputusan itu datang dari ketidaktahuan atau karena ada aturan tertentu yang sebenarnya bisa diperdebatkan? Walaupun sudah ada penjelasan dan pernyataan dari pihak yang terkait, terutama dari BPIP. “


Mahasiswa A: "Aku setuju. Kadang memang ada aturan yang sifatnya tidak inklusif dan ketinggalan zaman, tapi itu bukan alasan untuk melanggar hak individu. 


Apalagi ini terjadi di sebuah acara nasional yang seharusnya menjadi simbol kebhinekaan dan toleransi."


Mahasiswa B: "Ya, dan yang membuat aku lebih prihatin adalah bisa jadi ada dampak psikologis yang mungkin dirasakan oleh anggota Paskibraka tersebut. 


Bayangkan, “(Pelepasan hijab) hanya dilakukan pada saat pengukuhan Paskibraka dan pengibaran Sang Merah Putih pada upacara kenegaraan, hal tersebut melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keyakinan anggota yang bersangkutan.”


Mahasiswa A: "Iya, pasti sangat berat. Sebagai mahasiswa yang mempelajari ilmu sosial, kita tahu bahwa identitas diri, termasuk agama, adalah bagian integral dari siapa kita. 


“Namun, kita juga belum tahu tanggapan atau pendapat dari Paskibraka. “


Bisa saja memaksa seseorang untuk mengubah atau menanggalkan bagian dari identitasnya bisa sangat merusak kepercayaan diri dan rasa aman mereka."


Mahasiswa B: "Sebenarnya, kalau melihat dari sudut pandang hukum, tindakan itu bisa dipermasalahkan. 


Pasal 29 UUD 1945 sudah jelas menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. 


Dalam kasus ini, melepas jilbab bisa dilihat sebagai bentuk ibadah, jadi memaksa melepasnya melanggar hak konstitusional."


Mahasiswa A: "Betul. Selain itu, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga mendukung hal tersebut. 


Apalagi di lingkungan pendidikan dan kegiatan negara seperti Paskibraka, yang seharusnya justru menjadi contoh penerapan hak asasi dan kebebasan beragama."


Mahasiswa B: "Menariknya, kasus ini sepertinya mendapat perhatian luas dari berbagai kalangan, termasuk tokoh agama, aktivis, dan politisi. 


Ada seruan untuk meninjau ulang aturan-aturan yang ada agar lebih menghargai keberagaman."


Mahasiswa A: "Ya, benar. Dan aku pikir itu langkah yang sangat penting. Di era globalisasi ini, kita harus semakin inklusif dan menghargai perbedaan. 


Sebagai mahasiswa, kita juga punya tanggung jawab untuk mendorong perubahan positif, termasuk dalam hal ini."


Mahasiswa B: "Tentu. Kita bisa memanfaatkan media sosial untuk menyuarakan pendapat dan mendukung mereka yang mengalami diskriminasi. 


Selain itu, mungkin kita juga bisa mengadakan diskusi atau seminar di kampus tentang isu-isu seperti ini, biar semakin banyak orang yang sadar dan paham pentingnya hak asasi dan kebebasan beragama."


Mahasiswa A: "Ide bagus. Aku rasa kita juga perlu memperkuat edukasi tentang toleransi dan keberagaman sejak dini, baik di sekolah maupun di keluarga. 


Kalau generasi muda sudah paham tentang pentingnya saling menghargai perbedaan, kasus seperti ini mungkin bisa dihindari di masa depan."


Mahasiswa B: "Benar. Dan itu bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga kita semua sebagai bagian dari masyarakat. 


Toleransi itu kan sebenarnya soal kesadaran dan kebiasaan. 


Kalau dari kecil kita sudah diajarkan untuk menghargai perbedaan, pasti lingkungan kita akan jadi lebih damai dan harmonis."


Mahasiswa A: "Setuju. Kasus ini memang mengecewakan, tapi aku berharap bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. 


Semoga ke depannya nggak ada lagi kejadian seperti ini, dan semua orang bisa merasa aman dan dihargai dalam menjalankan keyakinannya."


Mahasiswa B: "Amin. Dan semoga juga ada tindakan tegas dari pihak berwenang untuk mencegah hal serupa terjadi lagi. 


Aku yakin, dengan upaya bersama, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan adil untuk semua."


Mahasiswa A: "Iya, yang terpenting adalah kita terus bersuara dan beraksi untuk keadilan. 


Jangan sampai kejadian ini terulang lagi, baik di Paskibraka atau di tempat lain. 


Kita harus pastikan bahwa setiap orang, apapun keyakinannya, bisa merasa aman dan nyaman di negara ini."


Mahasiswa B: "Benar. Ini tanggung jawab kita sebagai generasi muda untuk membawa perubahan positif. 


Dengan terus menyuarakan hak-hak individu dan menolak segala bentuk diskriminasi, kita bisa berkontribusi untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik."


Mahasiswa A: "Iya, semoga dengan kesadaran dan aksi nyata, kita bisa membuat perbedaan. 


Setiap suara penting, dan kita harus pastikan bahwa suara kita didengar dalam memperjuangkan keadilan dan hak asasi bagi semua."


POV


Berita ini merupakan topik yang menimbulkan berbagai sudut pandang dari berbagai pihak, mencerminkan kompleksitas interaksi antara identitas agama, kewajiban nasional, dan hak asasi manusia. 


Berikut adalah pemaparan mengenai beberapa sudut pandang yang berkembang terkait peristiwa ini.

1. Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Beragama

Dari perspektif hak asasi manusia, tindakan pemaksaan untuk melepas jilbab dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap kebebasan beragama yang dijamin dalam konstitusi. 


Kebebasan untuk menjalankan ibadah dan keyakinan merupakan hak fundamental yang harus dihormati oleh negara dan masyarakat. 


Organisasi hak asasi manusia, kelompok advokasi kebebasan beragama, serta sejumlah tokoh masyarakat menekankan bahwa pemaksaan untuk melepas jilbab dalam konteks apapun merupakan bentuk diskriminasi yang tidak bisa dibenarkan.

2. Perspektif Negara dan Kewajiban Nasional

Namun, dari perspektif kewajiban nasional dan keseragaman dalam institusi negara, beberapa pihak berpendapat bahwa ada aturan tertentu yang harus diikuti oleh anggota Paskibraka. 


Paskibraka sebagai simbol kebangsaan dianggap mewakili persatuan dan kesatuan Indonesia. 


Oleh karena itu, beberapa pihak mendukung aturan seragam yang ketat, termasuk dalam hal pakaian, demi menciptakan citra kesatuan yang tak terpecah oleh perbedaan atribut agama atau budaya.

Mereka yang mendukung sudut pandang ini berpendapat bahwa dalam konteks kegiatan resmi negara, seperti upacara bendera, kepentingan kolektif dan citra nasional bisa didahulukan di atas ekspresi individual. 

Dalam hal ini, mereka menekankan pentingnya komitmen terhadap aturan nasional, bahkan jika itu berarti menyesuaikan penampilan pribadi.

3. Perspektif Islam dan Praktik Keagamaan

Dari sudut pandang keagamaan, terutama dalam Islam, jilbab bukan sekadar pakaian tetapi juga merupakan bagian dari ibadah dan identitas religius yang harus dihormati dan dilindungi. 


Bagi banyak Muslimah, mengenakan jilbab adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar, sehingga pemaksaan untuk melepasnya dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap keyakinan mereka. 


Ulama dan pemimpin agama yang berbicara mengenai hal ini sering menegaskan bahwa negara harus menghormati keragaman keyakinan dan memberikan ruang bagi ekspresi keagamaan di segala bidang, termasuk dalam konteks Paskibraka.

4. Perspektif Sosial dan Budaya

Berita ini juga menarik perhatian dari perspektif sosial dan budaya. 


Dalam masyarakat yang multikultural dan multiagama seperti Indonesia, peristiwa ini membuka kembali perdebatan tentang sejauh mana keragaman dapat diterima dan diakomodasi dalam kehidupan publik. 


Banyak yang berpendapat bahwa insiden ini menunjukkan adanya ketegangan antara modernitas dan tradisi, antara nasionalisme dan agama, serta antara nilai-nilai universal hak asasi manusia dan identitas kultural lokal.

Dari perspektif ini, beberapa pengamat sosial berargumen bahwa kejadian ini mencerminkan adanya dilema di tengah masyarakat yang sedang mencari cara untuk menyeimbangkan identitas nasional dengan keragaman agama dan budaya. 

Mereka menyarankan bahwa diperlukan dialog yang lebih mendalam dan inklusif untuk menemukan jalan tengah yang bisa diterima oleh semua pihak.

5. Perspektif Hukum

Secara hukum, kasus ini juga menarik perhatian dari segi kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan terkait kebebasan beragama serta aturan seragam institusi negara. 


Beberapa ahli hukum menyoroti bahwa setiap aturan yang memaksa individu untuk melanggar keyakinannya dapat dianggap inkonstitusional, jika tidak memiliki dasar yang kuat dalam undang-undang. 


Selain itu, adanya ketidaksesuaian antara aturan institusi dan hak-hak individu dapat membuka ruang bagi gugatan hukum dan memperkuat peran pengadilan dalam menafsirkan hak kebebasan beragama di Indonesia.

6. Perspektif Pendidikan dan Pembinaan Karakter

Sisi lain dari isu ini adalah perspektif pendidikan dan pembinaan karakter dalam Paskibraka. 


Banyak yang berpendapat bahwa pembinaan karakter tidak seharusnya mengorbankan identitas pribadi, termasuk identitas keagamaan. 


Sebaliknya, pembinaan dalam Paskibraka seharusnya memperkuat semangat toleransi dan penghargaan terhadap keragaman. 


Pihak-pihak yang mengedepankan pandangan ini biasanya menekankan pentingnya reformasi dalam program pembinaan Paskibra agar lebih inklusif dan menghormati hak-hak individu.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, peristiwa anggota Paskibraka melepas jilbab memunculkan berbagai sudut pandang yang saling berkontradiksi. 


Di satu sisi, ada kepentingan untuk menjaga kesatuan dan keseragaman dalam institusi negara, tetapi disisi lain, ada hak-hak individu yang harus dilindungi, termasuk hak untuk menjalankan keyakinan agama.

Dialog yang inklusif dan bijaksana diperlukan untuk mencari solusi yang menghormati kedua sisi tersebut, sehingga insiden serupa tidak terulang dan nilai-nilai kebhinekaan serta toleransi semakin diperkuat di Indonesia. 

Penekanan pada pendidikan yang menghargai keragaman dan perlindungan hukum yang kuat terhadap kebebasan beragama akan menjadi kunci dalam mengatasi tantangan ini di masa depan.


Comments

Popular Posts