Misteri Kue Cokelat
Topi dan Kaca Pembesar
Di sebuah kota kecil yang penuh warna, tinggal seorang anak bernama Bima.
Bima baru berusia 10 tahun, tapi ia terkenal sebagai detektif cilik di lingkungannya.
Dengan topi detektif besar, kaca pembesar, dan catatan kecil yang selalu siap di sakunya.
Bima sering diminta teman-temannya untuk menyelesaikan berbagai misteri kecil yang terjadi di sekolah atau sekitar rumah.
Suara Tangisan
Pada suatu hari yang cerah, Bima sedang bermain di halaman belakang rumahnya ketika ia mendengar suara tangisan dari rumah sebelah.
Itu adalah Rina, tetangganya sekaligus sahabat baiknya.
“Rina, kenapa menangis?” tanya Bima sambil bergegas menghampiri.
Rina dengan mata berkaca-kaca menjawab, “Kue cokelat buatanku hilang!
Padahal aku sudah menyiapkannya untuk pesta ulang tahun Adi besok!”
Kasus dan Misi
Bima langsung merasa bahwa ini adalah kasus yang harus ia selesaikan.
Siapa yang tega mencuri kue cokelat lezat buatan Rina?
“Aku akan membantumu menemukan pelakunya!” kata Bima penuh semangat.
“Detektif Bima siap menjalankan misi!”
Rina mengangguk, “Terima kasih, Bima!
Aku yakin hanya orang-orang di sekitar sini yang tahu tentang kue itu.”
Bima mulai bekerja.
Dengan kaca pembesarnya, ia memeriksa dapur Rina.
Ada remah-remah kue di meja, bungkus cokelat terbuka, dan satu piring kosong.
Semua tanda-tanda ini memberi petunjuk bahwa kue tersebut benar-benar hilang.
Wawancara
“Baiklah, mari kita mulai dengan mewawancarai beberapa saksi,” kata
Bima sambil mengeluarkan buku catatannya. “Siapa saja yang tahu soal kue ini?”
“Ada Kak Iwan, kakakku.
Dia ada di rumah saat aku memanggang kue.
Lalu ada Putra, tetangga sebelah yang selalu bermain di sini, dan juga Bu Tuti, tetangga sebelah kanan yang tadi datang meminjam gula,” jawab Rina.
Bima dan Rina memutuskan untuk menemui Kak Iwan terlebih dahulu, yang sedang membaca buku di ruang tamu.
“Kak Iwan, apa kau melihat sesuatu yang mencurigakan soal kue cokelat Rina?” tanya Bima dengan nada serius.
Kak Iwan berpikir sejenak, lalu menjawab, “Hmm... aku sempat melihat Putra mondar-mandir di dapur, tapi aku tak terlalu memperhatikannya.
Aku sedang asyik dengan bukuku.”
Bima mencatat pernyataan Kak Iwan dalam buku catatannya.
“Baik, terima kasih, Kak Iwan,” kata Bima. “Mari kita lanjut ke Putra.”
Putra sedang bermain bola di halaman rumahnya ketika Bima dan Rina mendatanginya.
Putra
Dengan sedikit gugup, Putra berkata, “Aku nggak mencuri kuenya, kok!
Aku cuma lewat ke dapur karena mau mengambil mainanku yang tertinggal.”
“Mainan apa?” tanya Bima curiga.
Putra menunjukkan sebuah mobil-mobilan kecil dari saku celananya.
“Ini, aku benar-benar cuma mengambil ini.”
Bima merasa belum cukup bukti untuk menyimpulkan Putra pelakunya, jadi ia memutuskan untuk melanjutkan penyelidikan.
Bu Tuti
Mereka kemudian pergi menemui Bu Tuti.
Bu Tuti sedang menyiram tanaman di kebunnya ketika Bima dan Rina datang.
“Bu Tuti, apakah Ibu tahu sesuatu soal kue cokelat Rina yang hilang?” tanya Bima.
Bu Tuti mengernyitkan dahi, “Kue cokelat hilang? Wah, Ibu baru tahu.
Ibu memang sempat ke rumah Rina untuk meminjam gula tadi pagi, tapi tidak melihat apa-apa yang aneh.”
Rina mengangguk, “Iya, Bu Tuti datang sebentar saja.
Jadi, bukan Ibu yang mengambil kueku.”
Bima mengerutkan kening, mencoba merangkai semua petunjuk.
Tidak ada saksi yang melihat langsung siapa yang mengambil kue.
Kulkas
Namun, tiba-tiba ia teringat sesuatu. “Rina, apakah kau sudah mengecek kulkas?”
Rina tampak kebingungan, “Kulkas? Belum.
Tapi untuk apa kueku ada di sana?”
Tanpa banyak bicara, Bima segera berlari ke dapur dan membuka kulkas.
Di sana, di rak paling atas, terlihat kue cokelat buatan Rina!
Kue itu masih utuh, dingin, dan tampak menggugah selera.
“Kueku!
Tapi... bagaimana bisa kue ini ada di kulkas?” tanya Rina terkejut.
Terpecahkan
Bima tersenyum dan berkata, “Kasus ini sudah terpecahkan!
Kau pasti memasukkan kue ini ke kulkas agar tetap segar, tapi kau lupa karena terlalu sibuk menyiapkan yang lain.”
Rina terdiam sejenak, lalu tertawa keras.
“Oh iya, benar juga!
Aku benar-benar lupa soal itu!
Terima kasih, Bima!”
Bima pun ikut tertawa. “Kasus ini memang tidak terlalu rumit, tapi tetap seru, kan?”
Mereka berdua tertawa sambil menikmati kue coklat tersebut bersama.
Meskipun tidak ada pencurian yang terjadi, Bima merasa senang karena bisa membantu temannya dan menyelesaikan misteri, bahkan yang sederhana sekalipun.
Di akhir hari, Bima berkata, “Ingat, sahabat, kadang jawaban dari misteri ada tepat di depan mata kita.
Kita hanya perlu mencarinya dengan teliti!”
Dan begitu, Detektif Bima menambah satu lagi cerita petualangan serunya di kota kecil itu, siap untuk menghadapi misteri berikutnya dengan penuh semangat!
Comments
Post a Comment