Broken to Passion

Kalau aku denger intro Ipedia TV merinding disko, jadi semangat termotivasi. Terus ada unsur musik tradisionalnya, Siapa ya komposernya? keren.

By the way, aku bisa nonton This is Me episode 10, Kamis, 21 Oktober 2020 jam 15.30 WIB. dengan host Kak Fajrina Addien (Kak Addien). Walaupun aku tadi telat masuk, dan lihat notifikasi dari Youtube Channel  Ipedia TV di HP, cusss ke channel.




This is Me hari ini topiknya, “Broken to Passion” dengan bintang tamu Annisa Novita Dewi, disapa Kak Vivi seorang Statistic Data and Analyst Enthusiast.

Kak Vivi tumbuh di keluarga broken home, di usia 10 tahun, resah akan pandangan orang-orang, merasa iba, kata orang-orang ke kak Vivi  kasihan ya, kalimat kasihan membuat Kak Vivi merasa down dan menggangu sekali.  Dan ada yang tanya, “Bapak mu ke mana?”, membuat kak Vivi tidak nyaman, sehingga membuat kak Vivi membatasi pergaulan.

Kemudian membuat kak Vivi mencari cara untuk mengatasinya agar rasa kasihan itu berubah, tidak dipandang sebelah mata, ingin menjadi anak yang berpretasi dan meminta ibu kak Vivi yang guru matematika SMP dari kak Vivi mengajari matematika, belajar terus untuk menjadi juara kelas, dan orang-orang menjadi lupa bahwa kak Vivi itu bukan anak broken home yang perlu dikasihani. Ingin menunjukkan bahwa anak broken home pun bisa berpretasi.

Di usia SMP kak Vivi lebih cemerlang lagi. Dan di waktu SMA, kak Vivi mulai membuka diri dengan mengikuti OSIS. Kak Vivi juga ingin unggul dan berpretasi. Kak Vivi bercerita bahwa ibunya walaupun menjadi orang tua single tetap berdaya dan berupaya dengan anak-anak.

Hikmahnya juga menurut kak Addien, berhati-hati memberikan kalimat yang support kepada orang yang sedang berduka.

Selanjutnya, ketika kak Vivi kuliah memilih jurusan statistik, yang teori matematika sedikit, lebih aplikatif, di perkuliahn kak Vivi juga juga bermanfaat dan melayani baik orang lain, berbagi dan melayani orang lain.

Kak Vivi juga diterima di Indonesia Mengajar, bisa berbakti di pelosok negeri, mencari arti hidup, tak hanya berpretasi tapi juga tentang berdaya dan bermanfaat untuk orang lain, suka mengajar, sehingga ikut berkontribusi di Pendidikan.

Saat ini  kak Vivi berkontribusi di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, bagian pengelolaan data evaluasi anggaran.

Sebelum bekerja, impian menjadi full time momuntuk focus ke keluarga dan aman, tidak terjadi hal-hal yang diinginkan seperti masa kecil kak Vivi, akan tetapi  keinginan ibu, kak Vivi agar berdaya guna, mandiri secara finansial, sehingga mendorong kak Vivi untuk tetap bekerja dan berkarya di luar. Walaupun menurut kak Vivi di rumah pun bisa mandiri secara financial.

Tantangan yang muncul setelah menikah, kurang percaya diri mengelola keluarga karena bekerja di luar rumah dan ingin juga maksimal mengurus di rumah. Kemudian bertemu lah kak Vivi dengan Ibu Profesional (IP) bergabung di IP dan mendapat ilmunya, karena tidak masalah di ranah domestik atau di ranah publik, tetap jika punya ilmu akan percaya diri menjalankan peran di keluarga.

Setelah percaya diri punya ilmu tentang mengurus keluarga di rumah juga tetap berkarya di luar rumah, muncul tantangan lain yaitu ekspektasi yang tinggi agar keluarga yang dibina kak Vivi tangguh, maka dari itu kak Vivi bersama suami sepakat mencari ilmu bersama, ilmu mengkokohkan keluarga tapi setelah mendapat ilmu semakin bingung karena tidak punya dasar, landasan untuk menentukan keputusan, apa yang harus diikuti saking banyaknya ilmu.

Ingin bisa menentukan ilmu sendiri, tidak ikutan yang lain, punya style sendiri. Menurut kak Vivi, “Kekuatan kita bisa menyelesaikan tantangan kita sendiri.”

“Statistik bisa ga ya diterapkan di keluarga?”

Data driven itu misalkan arsip anak, aktivitas sehari-hari, tidak hanya angka, aktivitas kita, data bisa berupa informasi. Misalkan anaknya kak Vivi kenapa tidur malam. Dicatat hari pertama, apakah aktivitas yang memicu si anak tidak bisa tidur awal. Nanti tersaji akan ditemukan polanya, dan akan jadi hipotensi, misalkan apakah coklat buat anak tidak bisa tidur, kemudian cari referensi apakah coklat memicu anak tidak bisa tidur, selanjutnya coklatnya dikurangi, ternyata bisa tidur. Data driven itu akhirnya bisa untuk pengmabilan kesimpulan.

Gaya kak Vivi data driven itu memakai spreadsheet, excel.

Ada pertanyaan untuk anggaran apa bisa dipergunakan data driven, menurut kak Vivi misalkan ada pos-pos pengeluaran dicoba dulu selama beberapa hari, dicatat dan direkap sesuia porsinya apa kelebihan, kurang atau sudah pas.

Pertanyaan lain, jika data yang dihasilkan jauh dari ekspektasi, misalkan kak Vivi mencoba post benefit rumah sakit bersalin, Dan hasilnya diindakasi subyektifitas, agar obyektif kak Vivi menkonsultasikan dengan suami.

Pertanyaan selanjutnya kalau data dipergunakan di rumah, misalkan problem solving permasalahan pada anak, susah makan, susah tidur, perekaman data finansial, merekam aktivitas anak dan tak hanya direkam saja akan tetapi bisa dianalisa, apakah sudah mencapai perkembangan tertentu, contoh lain misalkan menu anak, cari sekolah.

Tak hanya asal mengikuti trend, tapi punya bank data.

Mencoba menerapkan manajemen knowledge, adanya tantangan mengelola ilmu karena banyak ilmu yang berdatangan (tsunami informasi), untuk kak Vivi, suami dan anak, rencana ilmu apa untuk mereka, sampai bagaimana mengaplikasikan ilmu yang pas untuk mereka. Dan akan mendapatkan sesuatu yang obyektif, bukan hanya kecendrungan mengikuti trend.

Tidak banyak perempuan yang suka data dan fakta bagaimana menyikapinya (pertanyaan Ibu Septi). Menurut kak Vivi, tidak perlu memksakan diri, coba dari yang sederhana, karena data bukan hanya angka, dengan mencatat di buku itu sudah menerapkan data driven dan analytical thinking. Misalkan mencatat anak sakit dan akhirnya bisa dikomunikasikan ke suami karena laki-laki juga suka data.

Kak Vivi ternyata kuliah di ITS.

Keterpurukan itu boleh hadir dalam kehidupan kita, jangan sampaia menguasai sepanjang perjalanan, move itu keharusan, taklukkan segala tantangan dengan jalan memanfaatkan passion, jika sudah menemukan passion, manfaatkan passion untuk mengatasi segala tantangan hidu.  Setiap keluarga itu unik, memutuskan sesuatu tidak ada pilihan sempurna untuk setiap keluarga, setiap keluarga berbeda, diputuskan masing-masing tanpa mengikuti trend.

-          Annisa Novita Dewi –



“Setiap keluarga memiliki keunikan rekaman , tergantung input dan hasilnya akurat untuk keluarga masing-masing, bukan akurat menurut pandangan para pakar”

 

“Titik terendah bisa jadi titik  pantul seberapa dalam Allah menarik ketapel dan bersiap untuk melesatkan kita.”

-          Catatan Insight Kak Addien  -

Comments

Popular Posts