Yang Keras atau yang Lembut?


Mendidik anak-anak ibarat agar-agar, “Longgar jantung ambyar, terlalu keras, remuk, takarannya adalah pada rasa”

 

Petuah yang saya nikmati dari perbincngan Ibu Septi dan Pak Dodik, di awal Obrolan Dapur Ibu, episode 69, dengan topik, Yang keras atau yang lembut, yang menjadikan anak sukses?


Dengan cara keras ada yang sukses dan dengan cara yang lembut juga ada yang sukses.

Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tujuan untuk mengantarkan anak-anak juga berbeda-beda.

Setiap anak unik, sebagai orang tua yang menempatkan diri untuk menggunakan metode yang cocok untuk anak, cocok atau tidak? lihat respon anak-anak. Orang tua punya indicator. Respon berupa hasil dan respon rasa.

Misalkan ada anak rangking satu, ini hasil, akan tetapi untuk rasa, dia tidak bahagia. Yang ini hasilnya seperti ini, yang lain hasilnya akan seperti ini, maka anak akan menentukan sendiri sesuai levelnya.

Yang baik adalah anak unggul dengan proses sebaik-baiknya dengan rasa yang baik. Rasa bisa dilihat dari gerak-gerik, ekspresi wajah, atau orang tua bertanya, “bagaimana perasaan mu?” Kemudian diobrolkan, karena bisa jadi sudut pandang anak akan berbeda. Bisa jadi yang disampaikan anak, orang tua tidak setuju, akan tetapi orang tua belajar menerima sudut pandang anak, melihat resiko dan diterima orang tua.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216).

Sebagai contoh di masa pandemi, orang tua ingin anak-anak kumpul, karena lebih nyaman, akan tetapi anak-anak ingin yang lain.

“Sebagai orang tua belajar memperbanyak metode dan wawasannya untuk memperlakukan anak secara adil dan tepat.”

Mengapa yang terjadi, malah kontra produktif, orang tua yaitu ingin yang terbaik malah sebaliknya bukan hasilnya baik malah luka, menurut Pak Dodik dideteksi karena kurang ilmu dengan belajar aneka macam metode, dengan telaten mengamati anak bahwa tiap anak itu berbeda, dan karakteristik yang cocok untuk anak,

sedangkan ketergesa-gesaan karena membandingkan situasi dengan anaknya orang lain, dapat dihindari dengan bersabar dengan menikmati proses tumbuh kembang anak secara natural, alami, kekeliruan memahami keunikan anak (karena salah pandang, ketidaktahuan, tidak mau tahu, mengertinya hanya itu).

“Semoga orang tua bisa menetapkan pola yang cocok untuk setiap anak, yang tidak bisa satu cara untuk seluruh anak, meskipun itu satu orang tua. Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda.”

 

Jika orang tua melakukan kesealahan maka minta maaf kepada anak, diobrolkan, apa harapan dari orang tua dan anak, dan disepakati bersama, berazzam untuk melakukan yang telah disepakati, tindak lanjut memperbaiki kesalahan, berdoa kepada Allah agar tidak terjadi kesalahan yang serupa.

 

Semoga bermanfaat dan masih banyak yang keren loh obrolannya, lebih lengkapnya Obrolan Dapur Ibu episode 69


 

Comments

Popular Posts