Emosi Anak VS Emosi Orang tua


 

Kami berkesempatan mengikuti Webinar Parenting, “Emosi Anak VS Emosi Orang Tua’, YRU (Yayasan Ribathul Ukhuwwah) – SIT Usamah bersama Ustadz Salim A. Fillah dan Ustadz Lalu Yulhaidir, M. Psi, Psikolog. Selasa, 15 Desember 2020, jam 19.00 – 21. 00 WIB melalui aplikasi Zoom.

Sesi 1 bersama Ustadz Salim A. Fillah

Titik tekan, bagaimana Islam mempersiapkan anak-anak kita menuju proses baligh.

0-2 tahun, diperkaya dengan kosa kata yang baik dengan ibunya, dikenalkan tauhidullah oleh ayahnya, mempersekutukan Allah merupakan dosa besar, mata ini diciptakan oleh Allah, dengan mata ini kita bisa melihat ciptaan Allah yang indah.

Muraqabatullah, mereka diawasi, dilihat oleh Allah, dicatat oleh Allah segala perbuatannya.

Perlahan-lahan dikenalkan ukhrawi, balasan untuk orang beriman dan perbuatan buruk.

Tauhid-Muraqobatullah dikenalkan diusia sejak ini dengan indah. Dan usia 7 tahun siap menjadi hamba Allah.

Penggemblengan ibadah di usia 7-10 tahun, dan usia 10 tahun melakukan pendisiplinan. Ibadah akan menjadi ringan jika anak-anak merasakan hak-hak Allah.

Sebelum baligh, memperkenalkan taharah. Dan dengan kondisi pandemi, orang tua menjadi penanggung jawab penyampaian dan pemahaman mengenai thaharah.

Diharapkan pengenalan yang kokoh ini disiapkan untuk menyambut anak-anak menjadi secara utuh.

 


Sesi 2 bersama Ustadz Lalu Yulhaidir, M. Psi, Psikolog

Emosi itu Subjektif

Emosi itu subjektif, jika pikiran kita positif maka reaksi kita akan positif. Tergantung kondisi psikologis orang tua itu, intensitasnya singkat.

Butuh menunda dulu jika anak memicu emosi, jika marah. Mengambil jeda, jangan langsung menunjukkan reaksi, beberapa detik, menit, sampai akhirnya kita lebih stabil, kita mengatur emosi dulu.

Belajar dari hikmah nabi Yusuf, AS, yang memiliki event traumatic, walaupun nabi Yusuf tidak traumatik, akan tetapi menjadi kuat. Karena bekal pengasuhan yang baik menjadikan nabi Yusuf AS, kuat.

Survei Ekspresi kemarahan ditujukan kepada:

29% orang yang dicintai

24% orang yang disukai

13% orang-orang tidak dikenal

Potensi negatif banyak terjadi pada keluarga, maka kekerasan pada anak terjadi pada kelurga terdekat.

Seharusnya kenyamanan itu terjadi pada interkasi ayah dan ibu.

Orang tua yang minim berdebat pada anak, lebih cenderung sejahtera dan mampu mentransfer kebaikan kepada anak.

Ayah, ibu dan anak, emosinya saling berpengaruh, digambarkan sebagai segitiga. Yang bagus ditandai dengan emosi antara ayah, ibu dan anak itu sama.

Memorizing lebih bagus dengan anak yang interaksi dengan orang tua anak itu baik. Jadi emosi positif tak hanya berpengaruh terhadap hubungan orang tua dan anak tetapi juga dengan memorizing (mengingat) anak. Misalkan menghafal AL Quran dan menghafal pelajaran.

Regulasi Emosi

Jika regulasi orang tua mengelola emosi berhasil maka akan berhasil juga mentransfer regulasi emosi positif ke anak.

 


Emosi Negatif dahulu atau Pikiran Negatif dahulu?

Menurut Ustadz Lalu Yulhaidir,

Pikiran dulu, melabel kan anak terlebih dahulu dipikiran, misalkan dipikiran sudah melabelkan anak kurang ajar, maka akan melahirkan emosi yang negative.

Cara Merubah Emosi Negatif

·         Merubah reaksi tubuh, gerakan, misalkan duduk dulu ketika ingin marah, minum dulu, timeout (keluar sejenak) 7 menit, dengan melihat rumput.

·         Merubah pikiran, dengan menganalisa, telaah, bisa dengan menulis, catatan, sampai ketemu kesimpulan yang adil dan lebih mensejahterahkan anak-anak kita.

 

Ada banyak teknik regulasi merubah emosi yang bisa dilakukan, sama untuk semua umur anak, akan tetapi pendekatannya saja yang berbeda.

 

Sesi Diskusi

Pertanyaan 1:

Seorang ibu yang memiliki tiga orang anak, yang sedang membimbing anaknya SD, SMP dan SMA.  Bagaimana kejenuhan itu agar tidak menumpuk dan emosi tidak terkendalikan, dengan strategi copying.

Pertanyaan 2:

Orang tua berprinsip bahwa anak itu lebih mudah diatur oleh guru? Perilaku yang spontan yang mengakar ditiru anak.

Menimbulkan jurang ketika orang tua menjalankan peran nya membimbing  anak di rumah.

Jawaban dari narasumber:

Ustadz Lalu

·         Diberikan kesempatan belajar untuk mengatasi sendiri permasalahannya

·         Anak-anak perlu latihan mencoba berbagai macam problem solving, goalnya anak jadi suka mencoba menyelesaikan masalah sendiri.

·         Modeling orang tua memecahkan masalah, jika orang tua bisa melakukan secara bijaksana maka anak akan belajar dari orang tua.

Ustadz Salim

Tidak ada kata terlambat, orang tua menanamkan nilai-nilai ketauhidan, Muraqabatullah, adab (ada 5 nila-nilai) karena orang tua akan dimintai pertanggungjawaban dari Allah.

 


Orang tua membangun trust (percaya) anak-anak kepada kita.

  • Kesediaan mendengar, tanpa memotong, menjudge (menghakimi) ketika cerita belum selesai. Perlu keterampilan mendengar orang tua terhadap cerita anak. Dengarkan dulu, separah apapun, jangan terkejut dulu.

  • Terlibat lah dengan anak-anak kita, jika anak-anak senang dengan hal-hal , misalkan jangan larang dulu mereka suka drama korea, kita ikut nyambung, kemampuan memberi kemampuan yang benar. Mendapatkan nilai/ value yang benar, memilah yang benar, baik, terpuji, tercela. Agar mereka dapat memaknai dunia yang beraneka ragam isinya ini.

  • Fasilitasi anak-anak lebih dahulu, positif segera, sebelum anak-anak memfasilitasi dirinya sendiri terlebih dahulu. Gadget dengan memberikan pemahaman yang baik, berkuda.

  • Sambungkan komunitas yang baik, agar dapat memantau bersama teman anak-anak kita.

Pertanyaan 3:

Cara mengajarkan anak menanamkan tauhid, mengenalkan Allah

Jawaban Ust. Salim:

Allah sedang membukakan pintu kepada kita untuk menanamkan tauhid. Dengan cerita-cerita yang relate dengan anak-anak kita. Pelan-pelan, darimana asal makan, asal bintang.

Jawaban Ust. Lalu:

Membutuhkan simbol-simbol tertentu. Contoh anak usia di bawah 9 tahun, pada saat kognitif belum kuat menganalisa, jelas, tampak, yang bisa diamati. Usia 12 tahun ke atas, telaah anak menganalisa berpikir, meluruskan, membenarkan.

Pertanyaan 4:

Cara mengajarkan anak berbisnis di zaman kini, jika berternak, rumah-rumah saat ini tidak memungkinkan.

Jawaban Ust. Salim

Hal ini memerlukan penyesuaian, misalkan bisnis online, perkenalkan keutamaan dulu, soal fiqihnya, menghindari riba, gharar (yang tidak jelas transaksinya). Jadikan kasir di toko.

Jawaban Ust. Lalu:

Mencari sarana atau media untuk anak-anak kita, misalkan merawat bunga atau binatang peliharaan. Agar bisa dilihat apakah anak-anak itu telaten, jika telaten maka anak-anak memiliki kontrol diri yang bagus.

Pertanyaan 5:

Bagaimana sikap kita yang tepat ketika anak menguji sikap kita sebagai orang tua.



Jawaban Ust. Lalu:

Dari proses menelaah dan membersamai orang tua menurut Ust. Lalu,  bukan anak yang menguji orang tua, bukan anak yang mencari gara—gara , akan tetapi, karena:



1.   Orang tua belum terkendali

2.   Anak-anak butuh cara mengekspresikan gagasan dengan benar.

3.   Anak meminta perhatian dengan merengek, berteriak atau orang tua subjektif, memprediksi, menduga dan melabel anak mencari gara-gara.

4. Caranya dengan regulasi emosi dengan kontrol diri, jangan memberi respon pada kita saat marah, jangan mengambil keputusan pada saat marah, tidak stabil, tidak bisa mengontrol emosi karena hasilnya tidak adil pada anak-anak kita.

Hikmah

MasyaAllah, waktu sampai jam 21. 39 WIB, dan pertanyaan masih banyak. Dan webinar harus berakhir. 

Semoga ada kesempatan dari Allah untuk memperdalam, mempraktekan dan juga kesempatan Allah agar diri ini sebagai orang tua juga merubah perilaku dan dapat meregulasi emosi dengan baik agar anak-anak bisa belajar kebaikan meregulasi emosi dengan positif demi masa depannya dan orang tua dan anak bisa sama-sama meraih ridho Allah subhana wata ala.

Comments

Popular Posts