Butuh Healing?



Apa-Apa Self healing

Dikit-dikit self healing dan self reward

Ini kata-kata yang mulai banyak digunakan oleh kaum muda saat ini.

Mereka juga mengaku mengalami depresi, gangguan mental, quarter life crisis.


Jangan sampai healing bohong-bohongan, yang sama dengan flexing.


Ada empat hal yang dipahami bersama:


Merasa serba tahu karena terpapar media sosial. Dan mereka mencocokan kata-kata dengan apa yang di media sosial. Karena cocok kemudian mereka mengatakan, "Ah saya butuh healing."


Apa-Apa butuh healing, apa-apa butuh self reward.


Padahal healing ini, tidak sesederhana apa yang diucapkan.


Healing adalah sebuah proses yang diucapkan untuk mengatasi sebuah luka psikologis di masa lalu.


Disebut LUKA BATIN.


Ada sebuah kejadian yang di masa lalu yang membekas dan tentu saja ada proses untuk penyembuhannya supaya bisa menjalankan kehidupan yang lebih baik lagi di masa depan.



Jika ada hal-hal yang belum selesai, diperlukan bantuan pihak lain. 


Sekarang ini media sosial memberikan informasi yang sangat kaya, sehingga merasa bisa memecahkan persoalan sendiri.


  1. SELF DIAGNOSIS 


Ini adalah self Diagnosis, terjadi di kalangan muda juga tua.


Dikalangan tua, misalnya seseorang cek darah, dan belum ketemu dokter, tanda bintang itu di cek di google dan seseorang itu kemudian bisa menyimpulkan sendiri, "oh saya begini … oh saya begitu."


Akhirnya baik kalangan muda dan tua mengalami kondisi OVER THINKING, tidak bisa tidur.


Padahal ketika sudah bertemu dokter dan konsultasi hasilnya, dokter mengatakan, "Ah ini wajar ini, memang orang dengan usia sekian mengalami tahapan ini."


Anak-anak usia muda juga mengalami OVER THINKING yang disebut sebagai  QUARTER LIFE CRISIS. Di usia 25 tahun.


Untuk Prof.  Rhenald Kasali di usia 25 tahun tidak menyalami itu karena mengalami masa-masa susah di saat itu.


Sekarang anak-anak di usia tersebut banyak cemas karena di usia 25 tahun, teman-temannya sudah menikah, punya anak, rumah, apalagi sekarang ada sosial media yang menunjukkan mudah membeli Ferrari, Lamborghini, dan sebagainya, dan mengatakan sudah kaya raya.


Kemudian televisi mengendorse, ini yang disebut sebagai CRAZY RICH, padahal mereka mengatakan kepada Prof Rhenald Kasali, mereka BUKAN Crazy Rich melainkan Crazy (saja).


Lihat itu membuat mereka tidak bisa tidur, dan itu semata-mata karena mereka over thinking. Dan mereka mengatakan butuh healing.


Lagi-lagi healing


Maka terjadilah salah menggunakan kata HEALING


  1. THE STRAWBERRY GENERATION

Pertama kali diamati di Taiwan, yaitu muncul generasi yang lunak seperti strawberry.


Kalau disikat menggunakan sikat dari besi, strawberry itu gampang rusak. Dikasarkan sedikit rusak.


Ini dikarenakan orangtua mendidik, dibesarkan dalam situasi yang sejahtera.


Perlu dipersiapkan pengusaha, eksekutif ketika mempersiapkan next generation  untuk melakukan turn around di suatu perusahaan.


Jangan sampai terburu-buru mengangkat generasi muda ketika pendidikannya, lebih baik HATI-HATI untuk mengangkat, karena yang dibutuhkan adalah GENERASI yang KUAT bukan hanya training di bidang pengetahuan tapi di training juga SIKAP MENTALnya.


  1. NARASI-NARASI ORANGTUA yang tidak BERPEGETAHUAN

Orangtua yang mengatakan anaknya MOODY-an, akibatnya  anak-anaknya berbicara kepada orang-orang ketika ditanya apa kekurangannya, anaknya berkata, "Saya MOODY-an". Dan anak itu percaya dengan LABEL tersebut.


  1. MENGAMBIL KESIMPULAN dengan LARI dari KESULITAN dan HEALING

Misalnya seorang anak mengeluh  di platform media sosial tentang kuliahnya, bahwa kuliah menghadapi berbagai kesulitan.



Memang kuliah itu bukan hanya mencari ilmu pengetahuan tapi menghadapi dosen-dosen yang berbeda-beda, ada waktu penyerahan paper, ada sistem ujian, banyak tugas, ada baca buku


KEMENANGAN seseorang menjadi orang HEBAT itu ketika dia bisa MEMANAGE semua itu dengan BAIK.


Wajar kuliah itu banyak tugas dan menyita waktu.


Lain halnya jika seseorang mengatakan bahwa dia depresi ketika kuliah.


Artinya sudah tidak bisa mengerjakan tugas-tugas dengan baik.


Jadi HATI-HATI dalam mengambil KESIMPULAN.


Mengapa saat ini menghadapi STRAWBERRY GENERATION?


Ini adalah persoalan yang harus dihadapi bersama.


Karena orangtua jauh lebih sejahtera dibanding generasi-generasi sebelumnya.


Tolong, jangan diplesetkan masih banyak orang susah. Ya, memang betul.


Memang dapat dikatakan, generasi sekarang lebih sejahtera daripada generasi sebelumnya.


Dibesarkan dalam keluarga yang lebih sejahtera memang harus DISYUKURI, akan tetapi ini mengakibatkan sejumlah hal, yaitu:


  1. Orangtua memiliki kecenderungan untuk memberikan apapun yang diminta anak


Anak minta apa saja diberikan, wong orangtua punya uang.


  1. Memberikan kompensasi waktu 


Jadi orangtua tidak memiliki waktu dan memberikan kompensasi dengan uang dan hadiah-hadiah untuk memenuhi keinginan anaknya.


Sehingga seakan-akan waktu bisa dikompensasi. 


Waktu tidak bisa dikompensasi, tetap perlu memberikan WAKTU dan PERHATIAN terhadap anak dalam tahap perkembangan mereka.


Orangtua yang tidak pernah menghukum anak dan melakukan konsekuensi-konsekuensi atas perbuatan-perbuatannya atau kesalahan-kesalahan yang dilakukan anaknya.


Memecahkan kaca, hiasan di rumah tamu, memukul orang, kemudian melakukan hal yang tidak pantas di usianya, tentu harus ada konsekuensi.


Jika orangtua tidak melakukan itu, ada efeknya yaitu The Strawberry Generation.


  1. Setting Unrealistic Expectation


Memanjakan anak secara berlebihan.


Di rumah disebutnya princess-prince, anak hebat, padahal dalam kenyataan di kehidupan  anak-anak ini, menghadapi situasi  ada anak-anak lain yang lebih hebat dari dirinya, lebih cantik, lebih berhasil.


Setiap orang memiliki KELEBIHAN masing-masing. 


Akibatnya anak-anak mendominasi di lingkungannya, mudah tersinggung, mudah melolong (meraung/memekik keras).


Dan ada orangtua berusia 70 tahun mengalami persoalan masa kecil, mereka butuh pengakuan, mereka mengatakan dirinya yang terhebat di zamannya dan selalu menyalahkan orang lain.


Ini adalah anak-anak dalam bentuk orangtua.


SOLUSI


Bagi anak-anak muda perlu memperbaiki LITERASI-nya, ingat dunia baru ini kaya dengan informasi dan penjelasan-penjelasan.


Kita perlu memvalidasi setiap kebenaran.


Kita perlu membaca buku-buku dan informasi-informasi tambahan.


Seringkali Profesor melihat ada orangtua yang menjadi pengamat.



Hanya satu literatur sudah berani tampil di televisi, kemampuan mereka dalam MEMBACA jangan ditiru. 


Sudah menyimpulkan dan menyalahkan orang lain dengan literasi tunggal.


Hati-hati dalam melakukan self Diagnosis.


HADAPILAH segala situasi dengan SEKUAT tenaga.


Karena ujian itu adalah hal yang biasa sekali, berani keluar dari perangkap-perangkap keluarga, perangkap-perangkap sosial media.


Hati-hati karena sosial media ini memberikan kesempatan setiap orang untuk CAPER.


Jadi banyak orang mengatakan bahwa dirinya mengalami hal-hal tertentu, sebagai wujud, bentuk cari perhatian dan wajar.


Karena semua orang selalu menonjol-nonjolkan seperti ini.


Kemudian orangtua mempunyai peran untuk menjaga anaknya menjadi generasi hebat dari dirinya.


Cara menjadikan mereka generasi hebat bukan berarti memanjakan dan memberikan apapun yang diinginkan anak secara berlebihan.


Menghukum jika anak melakukan kesalahan.


TANTRUM adalah cara anak-anak untuk mendapatkan apa yang diinginkan.


Jika dia tantrum, belajar bersama, biarkan saja dia bertantrum dulu.


Jangan apa-apa dipenuhi, karena pusing mendengarkan teriakan-teriakan mereka.


Jadi KONSEKUENSi harus ada dan harus diatasi.


Sedangkan peranan, para pendidik menghadapi situasi yang berbeda dengan situasi di masa lalu. 


Sebagai pendidik memang harus bisa membuat situasi yang MENYENANGKAN dalam BELAJAR.


Apapun itu belajar harus menyenangkan. 


Jadilah PENDIDIK bukan PEMBURU.


Kalau pemburu itu mencari buruan untuk ditempat dan  dimakan. 


Jika pendidik itu untuk menjadikan anak-anak didiknya menjadi lebih HEBAT.


Anak-anak muda yang pandai tidak  menantang jika merasa mudah mengatasi persoalan-persoalan, dan tidak menarik jika tugas-tugasnya kita yang menetapkan.


Tetapi barangkali kita Memberikan mereka RUANG memilih melakukan sesuatu yang penuh tantangan.


Berikan mereka pemahaman-pemahaman.


Pendidikan bukan semata-mata sekedar pengetahuan karena keberhasilan anak-anak di masa depan bukan hanya pengetahuan.


Betul mereka butuh banyak tahu, tapi mereka juga menjadi manusia yang eksploratif. Mereka siap menghadapi tantangan-tantangan.


Keberhasilan mereka tentu bukan dicapai dengan keberhasilan mereka di kelas, mereka yang juara di kelas, BELUM tentu menjadi JUARA di kehidupan.


Tugas kita adalah menjadikan mereka manusia-manusia menjadi juara di kehidupan.


Jadi jangan apa-apa healing, apa-apa self reward, apa-apa depresi.


Jangan sampai mereka salah mendiagnosa diri mereka sendiri.


Sumber:

Prof. Rhenald Kasali


Comments

Popular Posts