Pertarungan Tak Kasat Mata

 



Laki-Laki


Hari telah berganti menjadi malam di kantor, namun ruangannya masih diterangi oleh cahaya lampu yang redup. 


Di salah satu sudut ruangan, terdengar suara-suara gemuruh yang memecah keheningan malam. 


Seorang pria muda duduk di meja kerjanya, raut wajahnya tegang mencerminkan beban yang ditanggung. 


Namun, meski badai kehidupan telah menghadangnya, dia masih bertahan, menghadapi segala macam tantangan yang ada di tempat kerjanya yang “toxic” demi keluarganya.


Laki-laki itu: (Dalam hati) Tidak mudah mempertahankan diri di sini. 


Tapi aku harus bertahan. 


Keluargaku bergantung padaku.


Di sisi lain ruangan, seorang rekan kerja mendekat, dengan senyum yang terlalu manis untuk menjadi tulus.


Rekan Kerja: Hei, ada pekerjaan tambahan yang harus kau lakukan. 


Aku yakin kau bisa menanganinya, kan? Jangan sia-siakan kesempatan ini.


Laki-laki itu: (Dalam hati) Mengapa selalu aku yang diminta melakukan pekerjaan tambahan? 


Apakah mereka tidak sadar bahwa aku juga punya keterbatasan?


Namun, dia hanya mengangguk setuju, tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. 


Baginya, mengeluh tidak akan membantu apa pun. 


Dia harus menjaga ketenangan dan menjalankan tanggung jawabnya.


Tak Peduli


Hari berganti hari, dan situasi di tempat kerja semakin memburuk. 


Tidak hanya harus menangani pekerjaan tambahan, dia juga harus berurusan dengan rekan kerja yang malas dan suka menyalahkan orang lain.


Laki-laki itu: (Dalam hati) Bagaimana mungkin aku harus bertahan dengan rekan kerja seperti ini? 


Mereka tidak peduli dengan kualitas kerja, yang penting mereka terlihat baik di depan atasan.


Meskipun hatinya teriris oleh sikap mereka, dia tetap menjaga profesionalisme dan menyelesaikan tugasnya dengan sebaik mungkin. 


Baginya, mempertahankan integritas dalam pekerjaan adalah harga mati.


Namun, masalahnya tidak berhenti di situ. 


Ada juga rekan kerja yang selalu memanfaatkannya, meminta tolong tanpa pernah memberikan balasan yang setimpal. 


Dan yang lebih menyedihkan lagi, atasan mereka tidak pernah menyadari kontribusi yang dia berikan.


Tawaran


Laki-laki itu: (Dalam hati) Apakah semua ini sepadan? Apakah semua pengorbanan ini berarti jika tidak dihargai oleh siapapun?


Namun, ketika dia melihat wajah bahagia istri dan anak-anaknya setiap kali dia pulang ke rumah, semua keraguan dan kelemahannya seolah-olah lenyap seketika. 


Mereka adalah alasan dia bertahan, meski di tengah badai yang tiada henti.


Hingga suatu hari, sebuah tawaran pekerjaan datang menghampirinya. lingkungan kerjanya juga jauh lebih sehat. Menurut teman yang menawarkannya. 


Keluarga


Namun, dilema pun muncul.


Laki-laki itu: (Dalam hati) Apakah aku harus menerima tawaran ini? Bagaimana jika pekerjaan ini tidak sebaik yang mereka janjikan? Bagaimana jika gaji ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluargaku?


Dalam pertarungan batin yang sengit, dia memutuskan untuk tetap bertahan di tempat kerjanya saat ini. 


Meski penuh dengan tantangan, dia sudah terbiasa dengan lingkungan kerjanya yang “toxic” ini. 


Dan yang lebih penting lagi, dia tidak mau mengambil risiko yang tidak perlu untuk keamanan dan kebahagiaan keluarganya.


Laki-laki itu: (Dalam hati) Meski di tengah badai, aku akan tetap berdiri tegak. Karena keluargaku adalah segalanya bagiku.

Comments

Popular Posts