Memantaskan Diri

 



Di alam sunyi tempat hati merenung,

Seseorang berdiri, mencari nurani yang tersembunyi.


Langkahnya gemulai, di atas jalan yang terpatri,

Menuju Ilahi yang memancar cahaya keagungan.


Dalam doa-doa yang terbisik,

Dia merangkai kata-kata suci,

Menghadirkan diri di hadapan Yang Maha Esa,

Menyucikan hati dari debu-debu angan.


Tak lagi terperangkap dalam dunia fana,

Dia melangkah di atas kepak cinta Ilahi.


Keikhlasan memantaskannya di hadapan-Nya,

Menggugah nurani, mengilhami yang mencari.


Bukan dalam gemerlap dunia yang mengelabui,

Namun dalam keheningan hati yang berserah.


Setiap langkahnya terpantulkan sinar Ilahi,

Memancar dari setiap tingkah dan budi.


Biarlah dunia berputar dalam raganya,

Dia teguh berdiri di hadapan kebenaran.


Cinta-Nya memayungi langkah dan niatnya,

Menyinari jalan menuju keabadian.


Sungguh indah memantaskan diri di hadapan-Nya,

Bukan dengan kata-kata kosong atau hiasan.


Namun dengan keikhlasan dan cinta yang tulus,

Seseorang berdiri di hadapan Allah Yang Maha Suci.


Dalam sunyi, dalam cinta,

Dia menjadikan dirinya tanda pengabdian.


Dalam ketulusan, dalam ibadah,

Dia memuliakan nama-Nya, dengan penuh penghormatan.


Seorang Pemuda

Di sebuah kota kecil yang tenang, hiduplah seorang pemuda bernama Ali. 

Ali adalah seorang yang berusaha keras untuk selalu memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah. 

Namun, sering kali dia merasa bingung tentang bagaimana cara memantaskan diri di hadapan-Nya.

Sejak kecil, Ali diajarkan oleh orang tuanya untuk selalu menjalankan ibadah dan berbuat baik kepada sesama. 

Namun, seiring bertambahnya usia, Ali mulai merasa bahwa ibadah dan kebaikan yang ia lakukan belum cukup. 

Ia ingin lebih memahami bagaimana cara memantaskan diri di hadapan Allah, bukan hanya sekadar menjalankan ritual.

Bertemu

Suatu hari, Ali bertemu dengan seorang ulama bijak bernam Ki Hasan. 

Ali menceritakan kegelisahannya kepada Ki Hasan, “Ki, saya sering merasa bingung. 

Saya ingin memantaskan diri di hadapan Allah, tetapi saya tidak tahu apakah yang saya lakukan sudah benar. 

Bagaimana saya bisa tahu?"

Ki Hasan tersenyum lembut, lalu berkata, "Ali, memantaskan diri di hadapan Allah bukan hanya tentang menjalankan ibadah dengan benar, tetapi juga tentang memperbaiki hati dan niat kita. 

Allah melihat hati kita, niat kita, dan usaha kita.

Yang paling penting adalah keikhlasan dan ketulusan dalam setiap amalan yang kita lakukan."

Ali terdiam sejenak, merenungi kata-kata Ki Hasan. 

Ia pun bertanya, "Lalu, bagaimana cara saya bisa memastikan bahwa niat dan hati saya sudah benar, Ki?"

Ki Hasan menjawab, "Mulailah dengan muhasabah diri, merenungi dan mengevaluasi setiap tindakan yang telah kita lakukan. 

Tanyakan kepada diri sendiri, apakah kita melakukannya karena Allah atau karena ingin dipuji orang lain? 

Selain itu, berusahalah untuk selalu menambah ilmu agama, karena dengan ilmu kita bisa lebih memahami apa yang Allah kehendaki dari kita."

Berusaha Memahami

Setelah pertemuan itu, Ali memutuskan untuk lebih mendalami ilmu agama. 

Setiap malam sebelum tidur, ia merenungi setiap perbuatannya sepanjang hari, berusaha memahami niat di balik setiap tindakan. 

Ia juga mulai mengikuti kajian dan membaca buku-buku tentang tasawuf, untuk lebih memahami bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah dengan hati yang tulus.

Tenang

Seiring berjalannya waktu, Ali merasakan perubahan dalam dirinya. 

Ia menjadi lebih tenang dan merasa lebih dekat dengan Allah. 

Ali menyadari bahwa memantaskan diri di hadapan Allah adalah perjalanan seumur hidup, yang memerlukan kesabaran, keikhlasan, dan usaha yang terus-menerus.

Pada suatu malam, dalam doa dan tangisnya, Ali berkata, "Ya Allah, aku mungkin tidak sempurna, tapi aku berusaha dengan segenap hatiku untuk memantaskan diri di hadapan-Mu. 

Ampuni segala kekhilafanku dan bimbinglah aku selalu ke jalan yang Engkau ridhoi."

Ali merasa damai setelah mengucapkan doa tersebut. 

Ia tahu bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Mengetahui segala niat dan usaha hamba-Nya. 

Dari hari ke hari, Ali terus berusaha untuk memantaskan diri dengan lebih baik, yakin bahwa setiap langkah kecilnya dihargai oleh Allah.

Goresan Hikmah 

Memantaskan diri di hadapan Allah adalah tentang perjalanan hati dan niat. 

Bukan hanya sekedar menjalankan ibadah, tetapi juga tentang memperbaiki diri secara terus-menerus, dengan keikhlasan dan ketulusan. 

Dengan niat yang benar dan usaha yang tulus, kita bisa merasa lebih dekat dengan Allah dan hidup dengan hati yang tenang.

Comments

Popular Posts