Tak Pernah Tertukar, Selalu Tertakar, Rezeki Allah
Di sebuah desa kecil, hiduplah dua sahabat bernama Awan dan Surya.
Mereka tumbuh bersama, berbagi tawa dan duka. Meski begitu, takdir membawa mereka menempuh jalan hidup yang berbeda.
Awan adalah seorang petani sederhana yang mengandalkan hasil kebun kecilnya, sementara Surya merantau ke kota dan menjadi seorang pengusaha sukses.
Suatu hari, Surya kembali ke desa untuk menjenguk keluarganya. Ia mengunjungi Awan, membawa oleh-oleh dan cerita tentang kesuksesannya. “Lihatlah, Awan,” kata Surya, menunjuk mobil mewahnya. “Ini semua hasil kerja keras dan usaha yang tak kenal lelah. Kau juga harus lebih berani bermimpi besar.”
Awan tersenyum lembut. “Aku bersyukur dengan apa yang aku miliki, Surya. Allah sudah mengatur rezeki setiap hamba-Nya. Tugas kita hanya berusaha dan bertawakal.”
Surya tertawa kecil. “Itu alasan orang malas, Awan. Kalau kau tidak berjuang lebih keras, bagaimana rezekimu bisa bertambah?”
Awan hanya tersenyum. Ia percaya bahwa rezeki Allah tidak akan pernah tertukar dan selalu tertakar sesuai kehendak-Nya.
Hari demi hari berlalu.
Suatu ketika, badai besar melanda desa mereka. Angin kencang dan hujan deras merusak banyak rumah dan ladang, termasuk kebun milik Awan.
Namun, ia tetap tenang, yakin bahwa ujian ini adalah bagian dari rencana Allah.
Di sisi lain, Surya yang tinggal di kota juga mengalami musibah besar.
Perusahaannya bangkrut akibat investasi yang gagal. Ia kehilangan segalanya dalam sekejap. Hatinya hancur, dan ia memutuskan kembali ke desa untuk mencari ketenangan.
Saat tiba di desa, Surya terkejut melihat Awan tetap bekerja di ladangnya yang mulai pulih. “Bagaimana kau bisa tetap tenang setelah kehilangan segalanya?” tanya Surya.
Awan tersenyum bijak. “Surya, rezeki itu seperti hujan. Allah menurunkannya sesuai takaran. Jika hari ini aku kehilangan ladang, mungkin besok Allah memberiku sesuatu yang lain. Yang penting, aku tetap berusaha dan bersyukur.”
Kata-kata Awan menancap dalam hati Surya. Ia mulai merenungkan hidupnya yang selama ini penuh dengan ambisi tanpa akhir. Ia sadar bahwa kebahagiaan sejati bukan terletak pada harta, tetapi pada hati yang lapang dan keyakinan kepada Allah.
Beberapa minggu kemudian, Surya mulai membantu Awan di ladang. Dari sana, ia belajar bahwa rezeki bukan hanya tentang materi, tetapi juga tentang kesehatan, keluarga, dan kedamaian hati. Kehidupannya perlahan berubah. Ia merasa lebih ringan dan bersyukur dengan apa yang ia miliki.
Suatu hari, Awan berkata, “Surya, lihatlah. Allah tidak pernah salah dalam memberi rezeki. Mungkin dulu kau diberi kelimpahan harta, sementara aku diberi ketenangan. Kini, kita sama-sama belajar bahwa semuanya ada hikmahnya.”
Surya tersenyum, matanya berkaca-kaca. “Kau benar, Awan. Rezeki memang tak pernah tertukar, dan selalu tertakar sesuai kehendak-Nya.”
Dari kisah ini, keduanya belajar bahwa rezeki bukan hanya soal uang atau kekayaan, tetapi tentang rasa syukur dan keimanan. Sebesar apa pun usaha manusia, rezeki tetap berada di tangan Allah, dan Ia memberikannya dengan cara yang terbaik untuk hamba-Nya.
Comments
Post a Comment